Halaman

    Social Items

Puyuh merupakan subspesies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Pada tahun 1870, puyuh jepang yang disebut japanese quail (Coturnix coturnix japonica) mulai masuk ke Amerika. Jenis puyuh yang banyak diternakkan di Indonesia yaitu puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica).

Menurut Jull (1979), produksi telur puyuh dipengaruhi oleh faktor genetik seperti: umur pada waktu bertelur pertama kali atau umur dewasa kelamin, intensitas bertelur, sifat mengeram, masa istirahat dan persistensi bertelur. Sedangkan factor eksternal yang turut berpengaruh antara lain temperatur, cahaya, dan kelembaban.

Puyuh pertama kali bertelur setelah mencapai umur 51 hari dan pada umur 67 hari produksi telur sekitar 50%. Produksi maksimum diperoleh pada umur 100 hari sejak mencapai umur dewasa kelamin. Puyuh mulai bertelur pada umur 42 hari dan akan berproduksi penuh pada umur 50 hari.

Menurut Anggorodi (1995), perawatan yang baik pada puyuh betina akan dihasilkan produksi telur 200 butir pada tahun pertama produksi dan periode bertelur selama 9-12 bulan dengan lama hidup 2-2,5 tahun. Puyuh betina mulai bertelur saat umur 42 hari, dan puncak produksinya dicapai saat berumur 5-6 bulan. Selanjutnya, produktivitasnya mulai menurun pada umur 14 bulan dan berhenti bertelur sekitar umur 30 bulan (Wuryadi, 2013).

Perbedaan umur saat mencapai dewasa kelamin disebabkan oleh adanya pengaruh tatalaksana produksi dan makanan yang diberikan (Rasyaf, 1989). Pemberian ransum yang berkualitas tinggi, yakni mengandung protein tinggi pada periode grower akan menyebabkan umur dewasa kelamin cepat tercapai.

Beberapa hasil penelitian tentang produksi telur puyuh antara lain: Najoan (1991), produksi telur puyuh dengan pemberian berbagai level tepung limbah ikan cikalang pada bulan pertama produksi adalah sekitar 50.36 – 53.81%. Rahardjo (1994), rataan produksi telur (hen day production) puyuh dengan pemberian zeolit berkisar antara 55.56 – 73.48%.

Lidya (2004) melaporkan bahwa persentase produksi telur puyuh yang diberi ransum terbatas berkisar antara 45.64 – 64.53%. Muslim, dkk. (2012) menyebutkan bahwa persentase produksi telur puyuh yang diberi campuran dedak dan ampas tahu fermentasi selama 4 bulan adalah sekitar 64 – 78%.

Manajemen Reproduksi Puyuh

Puyuh merupakan subspesies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Pada tahun 1870, puyuh jepang yang disebut japanese quail (Coturnix coturnix japonica) mulai masuk ke Amerika. Jenis puyuh yang banyak diternakkan di Indonesia yaitu puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica).

Menurut Jull (1979), produksi telur puyuh dipengaruhi oleh faktor genetik seperti: umur pada waktu bertelur pertama kali atau umur dewasa kelamin, intensitas bertelur, sifat mengeram, masa istirahat dan persistensi bertelur. Sedangkan factor eksternal yang turut berpengaruh antara lain temperatur, cahaya, dan kelembaban.

Puyuh pertama kali bertelur setelah mencapai umur 51 hari dan pada umur 67 hari produksi telur sekitar 50%. Produksi maksimum diperoleh pada umur 100 hari sejak mencapai umur dewasa kelamin. Puyuh mulai bertelur pada umur 42 hari dan akan berproduksi penuh pada umur 50 hari.

Menurut Anggorodi (1995), perawatan yang baik pada puyuh betina akan dihasilkan produksi telur 200 butir pada tahun pertama produksi dan periode bertelur selama 9-12 bulan dengan lama hidup 2-2,5 tahun. Puyuh betina mulai bertelur saat umur 42 hari, dan puncak produksinya dicapai saat berumur 5-6 bulan. Selanjutnya, produktivitasnya mulai menurun pada umur 14 bulan dan berhenti bertelur sekitar umur 30 bulan (Wuryadi, 2013).

Perbedaan umur saat mencapai dewasa kelamin disebabkan oleh adanya pengaruh tatalaksana produksi dan makanan yang diberikan (Rasyaf, 1989). Pemberian ransum yang berkualitas tinggi, yakni mengandung protein tinggi pada periode grower akan menyebabkan umur dewasa kelamin cepat tercapai.

Beberapa hasil penelitian tentang produksi telur puyuh antara lain: Najoan (1991), produksi telur puyuh dengan pemberian berbagai level tepung limbah ikan cikalang pada bulan pertama produksi adalah sekitar 50.36 – 53.81%. Rahardjo (1994), rataan produksi telur (hen day production) puyuh dengan pemberian zeolit berkisar antara 55.56 – 73.48%.

Lidya (2004) melaporkan bahwa persentase produksi telur puyuh yang diberi ransum terbatas berkisar antara 45.64 – 64.53%. Muslim, dkk. (2012) menyebutkan bahwa persentase produksi telur puyuh yang diberi campuran dedak dan ampas tahu fermentasi selama 4 bulan adalah sekitar 64 – 78%.

No comments